Jumat, 19 April 2013

Mengenal Lebih Jauh Biofungisida Trichoderma

19.06


Salam hangat kawan! Kali saya akan sharing tentang Biofungisida Trichoderma. Mungkin sebagian dari kita sudah mengetahui pemanfaatan Tr ichoderma spp sebagai agen. pengendali hayati dalam menengendalikan penyakit tanaman. Pada tulisan ini saya akan memberikan gambaran umum tentang Trichoderma.

Pendahuluan Serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) hingga saat ini masih merupakan masalah utama yang membatasi produksi terutama untuk daerah-daerah yang mempunyai iklim tropis. Sementara, penggunaan pestisida sintetik dalam mengendalikan OPT mempunyai resiko yang besar karena dapat menyebabkan reistensi, resurgensi, pencemaran lingkungan, musnahnya musuh alami, timbulnya residu pestisida dalam tanaman dan sebagainya. Pengendalian hayati diharapkan dapat mengurangi efek samping dari penggunaan pestisida dalam mengendalikan serangan OPT.
Menurut Cook and Baker (1989), pengendalian hayati (biological control) adalah pengurangan jumlah inokulum atau aktivitas produksi penyakit (deseases producing-activity) dari patogen yang disebabkan oleh satu atau beberapa organisme selain manusia. Aktivitas produksi penyakit termasuk didalamnya pertumbuhan, keinfektifan, virulensi, agresifitas dan kualitas lain dari patogen. Di dalamnya termasuk 1) individu atau populasi avirulen atau hipovirulen dari spesies patogen itu sendiri, 2) manipulasi genetik tanaman inang, kultur teknis, atau dengan menggunakan mikroorganisme untuk meningkatkan ketahanan tanaman inang terhadap patogen, dan 3) pemanfaatan antagonis patogen yang diartikan sebagai mikroorganisme yang menginterferensi pertahanan atau aktivitas produksi penyakit dari patogen . Pengendali hayati dapat berupa : kultur teknis (pengelolaan habitat) sehingga membuat lingkungan mendukung untuk pertumbuhan antagonis, penggunaan tanaman inang yang resisten, atau keduanya ; persilangan tanaman untuk meningkatkan ketahanan terhadap patogen atau keadaan tanaman inang yang mendukung (disukai) untuk aktivitas antagonis ; introduksi antagonis, strain non-patogenik, dan agen atau organisme lain yang mempunyai manfaat yang sama. Salah satu contoh pengendalian hayati adalah dengan memanfaatkan Trichoderma spp. sebagai organisme yang mempunyai kemampuan antagonistik dalam mengendalikan penyakit tanaman. Trichoderma spp. merupakan jamur yang sangat umum dijumpai dalam tanah dan merupakan jamur yang bersifat antagonistik terhadap jamur lain (Chet, 1987).
Faktor-faktor yang menguatkan Trichoderma sebagai salah satu agen pengendali hayati adalah ditemukannya proses-proses sebagai berikut : Munculnya respon kemotropik dari Trichoderma spp. Dipengaruhinya inang oleh mikoparasit Ekskresi dari enzim ekstra selular Terjadinya lisis pada inang(chet, 1987).
Biologi Trichoderma Spp Trichoderma merupakan jamur inperfekti (tak sempurna) dari Subdivisi Deuteromycotina, Kelas Hyphomycetes, Ordo Moniliaceae. Konidiofor tegak, bercabang banyak, agak berbentuk kerucut, dapat membentuk klamidospora, pada umumnya koloni dalam biakan tumbuh dengan cepat, berwarna putih sampai hijau (Cook and Baker, 1989). Bentuk Sempurna dari jamur ini secara umum dikenal sebagai Hipocreales atau kadang-kadang Eurotiales, Clacipitales dan Spheriales. Spesies dalam satu kelompok yang sama dari Trichoderma dapat menunjukkan spesies yang berbeda pada Hypocrea sebagai anamorf. Hal ini dimungkinkan karena terdapat banyak perbedaan bentuk seksual dari Trichoderma, sebagai contoh misalnya pada T. harzianum dapat menunjukkan enam perbedaan bentuk seksual yang masing-masing bentuk ini menunjukkan anamorf yang berbeda (Chet, 1987).
Morfologi beberapa spesies Trichoderma menurut Cook and Baker (1989), sebagai berikut: Trichoderma viride Pers. (bentuk sempurnanya dikenal sebagai Hypocrea rufa Fr.) : Penyebarannya luas di tanah; konidiofor berakhir pada fialid; fialospora mempunyai dinding yang kasar, berwarna hijau, berukuran antara 2,8-5,0 X 2,8-4,5 mm; koloni cepat tumbuh pada media malt-agar (menutupi 9 cm permukaan petridish dalam empat hari pada suhu 200 C). Trichoderma hamatum Bainier : Penyebarannya luas di tanah, konidiofor berakhir pada perpanjangan hifa yang steril, fialospora halus, berwarna hijau, elipsoidal membujur, kebanyakan berukuran 5 X 2,5 – 3 mm, koloni cepat tumbuh pada malt-agar (menutupi 9cm permukaan petridish dalam waktu lima hari pada 200 C) Trichoderma harzianum Rifai : Umum ditemukan pada tanah, konidiofor berakhir pada fialid; fialospora halus, berwarna hijau, berukuran antara 2,4-3,2 X 2,2-2,8 mm; koloni cepat tumbuh. Trichoderma polysporum Rifai : Umum ditemukan pada tanah; konidiofor berakhir pada perpanjangan hifa yang fleksibel; fialospora halus, elipsoidal membujur, hyalin, berukuran 2,4-3,8 X 1,8-2,2 mm; koloni lambat tumbuh dan mempunyai konidia berwarna putih yang dapat dihamburkan menutupi permukaan. Trichoderma koningii Oud : Umum ditemukan pada tanah, konidiofor berakhir pada fialid; fialospora halus, berwarna hijau, eliptik-subsilindris, berukuran 3-4,8 X 1,9-2,8 mm; koloni cepat tumbuh. Genus dari Trichoderma terdiri atas beberapa jamur saprofit yang umum ditemukan dalam tanah, kayu lapuk, dan sisa tanaman, yang mana dapat mudah dikenali terutama karena sporanya yang berwarna hijau (Chet, 1987). Berdasarkan contoh-contoh dari beberapa tanah pertanian, populasi alamiah Trichoderma tergolong agak rendah. Populasinya sangat beragam dipengaruhi oleh pH,seperti padda tanah di benua Amerika di Fort Collins (pH 8,1) terdpat 103 spora/gram, di Bogota Kolombia (pH 5,1) terdapat 108 spora/gram pada tanah organis ( chet, 1987). Trichoderma viride merupakan antagonis yang aktif pada tanah yang lembab tapi terhambat pertumbuhannya pada tanah yang sangat basah dengan pH 5,4 atau lebih besar (Anderson, 1962-1964, dalam cook and Baker, 1989), T. harzianum lebih aktif sebagai antagonis dalam tanah pada pH 6,5 atau lebih rendah (Chet, 1987).
Potensi dan Mekanisme Antagonistik Trichoderma spp. Diketahui bahwa beberapa spesies Trichoderma mampu menghasilkan metabolit gliotoksin dan viridin sebagai antibiotik dan beberapa spesies juga diketahui dapat mengeluarkan enzim b-1,3-glukanase dan kitinase yang menyebabkan eksolisis pada hifa inangnya (Chet, 1987), tapi proses yang terpenting adalah kemampuan mikoparasit dan persaingannya yang kuat dengan patogen (Cook and Baker, 1989). Dalam beberapa penelitian yang dilakukan, Trichoderma spp. Berperan sebagai mikoparasit terhadap Phytium apanidermatum, Rhizoctonia solani, dan Sclerotium ralfsii (Johnson and Curl, 1972, dalam Chet, 1987). Chet (1987), berpendapat bahwa bahwa mikoparasitisme dari Trichoderma spp. merupakan suatu proses yang kompleks dan terdiri dari beberapa tahap dalam menyerang inangnya. Interaksi awal dari Trichoderma spp. yaitu dengan cara hifanya membelok ke arah jamur inang yang diserangnya, Ini menunjukkan adanya fenomena respon kemotropik pada Trichoderma spp. karena adanya rangsangan dari hyfa inang ataupun senyawa kimia yang dikeluarkan oleh jamur inang. Ketika mikoparasit itu mencapai inangnya, hifanya kemudian membelit atau menghimpit hifa inang tersebut dengan membentuk struktur seperti kait (hook-like structure), mikoparasit ini juka terkadang mempenetrasi miselium inang dengan mendegradasi sebagian dinding sel inang (Elad et al.,1983, dalam Chet, 1987).
Formulasi dan Sistem Aplikasi Pengendalian hayati yang dilakukan tidak hanya bergantung pada agen pengendali hayati saja tetapi cara dan strategi untuk mempertahankan tingkat populasi dan aktivitasnya terhadap sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sehingga pengendalian hayati yang dilakukan menjadi efektif. Menjaga kualitas dari agen pengendali hayati, metoda yang digunakan untuk pembuatannya, formulasi, dan aplikasinya, merupakan hal yang penting karena dapat mempengaruhi efikasi dari agen pengendali hayati itu sendiri (Cook and Baker, 1989). Untuk memudahkan dalam aplikasi dan untuk penyimpanan jangka panjang, diperlukan formulasi yang tepat. Penelitian tentang formulasi untuk produksi masal Trichoderma telah banyak di coba. Backman and Rodriguez – Kabana (1975), dalam Chet (1987) menggunakan campuran molase dan butiran tanah liat sebagai food base untuk Trichoderma harzianum, pengamatan menunjukkan dapat mengurangi kerusakan akibat serangan Sclerotium ralfsii pada kacang tanah. Huang (1980) dalam Cook and Baker (1989) menumbuhkan Trichoderma viride pada biji jewawut yang telah di-autoclave dan biji bunga matahari pada temperatur ruangan selama dua sampai enam minggu yang diaplikasikan pada lahan setelah di kering-anginkan selama dua sampai empat minggu. Lo et al. (1997) menambahkan surfactant sebanyak 0,1% v/v(Titon X-100; Eastman Kodak Co.) dan nutrisi perekat (nutrient adhessive)yang mengandung carboxymethyl cellulose dan gum arabic ((Pelgel; Liphatech, Inc.) sebanyak 1% berat/v pada suspensi konidia pada saat aplikasi, pengujian ini menunjukkan dapat menekan gejala serangan Phytium gamminicola Subramanian, Rhizoctonia solani Kuhn, dan Sclerotinia homoecarpa F. T. Bennet.
Kesimpulan Secara morfologis, Trichoderma mempunyai potensi untuk digunakan sebagai agen pengendali hayati, hal ini didasarkan atas kemampuanya sebagai mikoparasit dan dan dalam berkompetisi. Pengujian dilaboratorium menunjukkan bahwa beberapa jenis Trichoderma mampu menghambat pertumbuhan beberapa jamur patogen dan masing-masing spesies Trichoderma mempunyai potensi antagonistik yang berbeda-beda, Metode pembuatan biakan masal, formulasi, dan aplikasi berpengaruh terhadap efikasi Trichoderma di lapangan. Penambahan zat aditif seperti surfactant yang kompatibel dapat meningkatkan kemampuan agen pengendali hayati dalam mengurangi gejala serangan penyakit. Penyemprotan mingguan suspensi spora lebih efektif dalam mengurangi serangan penyakit dibandingkan dengan dalam bentuk butiran dan penyemprotan bulanan suspensi spora.

Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

0 komentar:

Posting Komentar

 

© 2013 Jendela Tani. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top